Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) berkesimpulan 45% jajanan pangan olahan dan siap saji di lingkungan sekolah tercemar bahaya pangan mikrobiologis dan kimia.
Produk makanan itu umumnya terkontaminasi mikroba yang dapat menyebabkan diare dan bahan kimia seperti formalin, borax dan zat pewarna tekstil yang bila dikonsumsi secara akumulatif dapat menimbulkan kanker.
Direktur Surveilance dan Penyuluhan Keamanan Pangan BPOM Aziza Nuraini Prabowo di Jakarta, Selasa (19/8) memaparkan, kesimpulan tersebut diambil berdasarkan kegiatan pengawasan rutin yang dilakukan BPOM beserta ke-26 Balai Pengawas Obat dan Makanan di seluruh provinsi sepanjang tahun 2007.
"Dari 2.000 makanan yang disurvei dengan cara metode sampling, 45% tercemar bahaya pangan," tandas Aziza. Wujud fisik makanan berbahaya yang ditemukan di sekolah umumnya berbentuk, jelly, sirup, kerupuk, snack, dan sebagainya.
Menurutnya, sekolah dan kampus merupakan lokasi berisiko paling tinggi kedua terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan pangan. Yakni 15,64%. BPOM mencatat, lokasi KLB keracunan makanan yang lain adalah rumah tangga, 62,57%, asrama sebanyak 8,94%, kantor/pabrik, 8,38%, hotel dan restoran sebanyak 1,68% dan di supermarket atau pasar sebanyak 1,68% serta rumah sakit 1,12%.
Guna meredam semakin meluasnya produk jajanan yang berbahaya dikonsumsi, pada akhir Agustus 2008, BPOM akan melakukan survei secara besar-besaran di 4500 SD di seluruh provinsi Diperkirakan survei tersebut akan menelan dana hingga Rp5 milyar yang bersumber dari APBN 2008.
Survei yang dilakukan kali ini tidak hanya bertujuan menemukan makanan berbahaya. Tetapi juga ditujukan untuk mengetahui sejauh mana sistem keamanan pangan di sekolah, pengetahuan kesehatan penjaja makanan di sekolah dan guru, metode pengawasan dan sebagainya.
Menjawab pers, Aziza berkomentar, pihak BPOM telah melakukan berbagai upaya agar produk tercemar tidak beredar di lingkungan sekolah. Setiap produk makanan yang akan beredar harus lolos uji. Bila industri besar harus lapor ke BPOM pusat dan mendapat kode MD. Makanan impor mendapat kode ML dan makanan dari industri rumah tangga wajib melapor ke Dinkes setempat.
Bagi industri rumah tangga yang kedapatan melanggar, BPOM menerapkan dua metode, yakni diberi sanksi dan pembinaan. Dalam pembinaan, BPOM bekerja sama dengan Departemen Perdagangan dan Kementerian Koperasi. Mereka diberikan bekal ilmu pengolahan makanan yang benar serta permodalan. Bagi industri besar, sanksi terberat berupa pencabutan izin edar.
Guna sosialiasi bahaya jajanan pada anak SD, Dedi Fardiaz, Deputi Bidang Pengawasan Kemanan Pangan dan Makanan Berbahaya BPOM memaparkan, akan digelar kampaye bahaya jajanan sekolah pada anak dalam bentuk pertunjukan boneka.
Boneka yang dijadikan maskot bahaya jajanan tersebut dinamakan Tompi. Dedi menuturkan, uji coba sosialisasi bahaya pangan dengan boneka telah dilakukan di 10 SD. "Hasilnya positif. Mereka lebih mudah paham dan mampu menceritakan dengan bahasa mereka sendiri pada teman sebaya," tandasnya. Kali ini, Tompi akan dipentaskan di 27 SD yang tersebar di berbagai kota di Tanah Air.
(media Indonesia)
Komentar :
Post a Comment
jangan lupa comment-nya ya.... Terima kasih...