Ada seorang pengemis yang hanya memiliki sebuah tangan. Ia datang ke suatu biara dan memohon sedekah kepada kepala biara. Tanpa sungkan kepala biara itu menunjuk setumpuk batu bata yang terletak di depan pintu seraya berkata,” Tolong kamu bantu saya memindahkan batu bata itu ke halaman belakang.” Pengemis itu dengan marah menjawab,” Saya hanya memiliki satu tangan. Bagaimana dapat memindahkan? Tidak mau memberi ya sudah, tidak perlu mempermainkan orang!” Mendengar itu, kepala biara memandangnya, lalu menggunakan satu tangan mengambil sebuah batu bata lalu berkata, “Masalah seperti ini juga bisa dikerjakan dengan menggunakan satu tangan.”
Beberapa hari kemudian datang lagi seorang pengemis ke biara itu. Kepala biara lalu membawa pengemis itu ke halaman belakang, menunjuk setumpuk batu bata itu seraya berkata,” Pindahkan batu bata ini ke halaman depan, dan saya akan memberimu uang.” Tapi pengemis yang memiliki dua tangan ini menganggap hina pekerjaan ini, lalu di tinggalnya pergi. Para murid dengan tidak mengerti bertanya kepada kepala biara,” Kemarin dulu anda menyuruh pengemis memindahkan batu bata dari halaman depan ke halaman belakang, kali ini anda juga menyuruh pengemis lain untuk memindahkan dari halaman belakang ke halaman depan, sebenarnya batu bata ini ingin anda letakkan di halaman depan atau halaman belakang biara? ” Kepala biara berkata kepada pengikutnya,” Bata – bata itu diletakkan di depan atau di belakang adalah sama saja, tetapi mau memindahkan atau tidak bagi pengemis itu tidaklah sama.”
Beberapa tahun kemudian, seorang yang berpenampilan luar biasa datang ke biara. Namun ada hal yang kurang sempurna yaitu orang ini hanya memiliki satu tangan. Ternyata dia adalah pengemis yang memindahkan batu bata. Ia melakukan pekerjaan yang dia kerjakan mengandalkan kemampuan dirinya sendiri untuk berjuang. Akhirnya dia memperoleh keberhasilan yang sukses, menjadi orang kaya yang ternama di daerahnya. Tetapi bagi pengemis yang memiliki dua tangan lengkap, hingga saat ini masih meminta sedekah di luar pintu gunung.
Disini bisa dilihat, menyelamatkan manusia harus menyelamatkan hatinya. Nasi dalam duniawi bisa menghilangkan rasa lapar sesaat, tapi itu bukanlah makanan batin yang sebenarnya. Uang dalam duniawi bisa memuaskan keinginan sesaat manusia, tetapi bukanlah cahaya kehidupan yang sebenarnya.
Dengan pengetahuan intuitif menyadarkan kejujuran dan kebajikan yang ada dalam hati manusia, barulah bisa dari dasarnya menolong manusia untuk menjauhi kejahatan, terlepas dari lautan kesengsaraan. Dengan prinsip yang sama, memberi orang sekantung uang, lebih baik menyadarkan kebaikan hatinya. Karena ketulusan dan niat (pikiran) baik merupakan satu jaminan yang paling dasar bagi satu kehidupan untuk bisa berjalan menuju ke masa yang akan datang. (The Epoch Times/lin)(erabaru.or.id)
Komentar :
Post a Comment
jangan lupa comment-nya ya.... Terima kasih...